Cobacari posisi membaca yang paling nyaman, karena Penulis ingin mengajak Pembaca sekalian mengingat-ingat masa lalunya. Cari tempat yang tenang dan minim distraksi. Tak perlu terburu-buru, santai saja. Silakan, Penulis akan menunggu dengan sabar. Sudah? Kalau sudah, mari kita sama-sama bersiap diri untuk melakukan perjalanan lintas waktu, ketika masalah rasanya belum sesulit saat ini. Kita [] Makaumat islam seharusnya tidak boleh terlalu mengharapkan doanya tersebut cepat diturunkan ke Bumi, karena hakikatnya doa itu sudah terkabul di Arsy, hanya saja kita harus memantaskan diri untuk menerima permintaan kita, maka dari itu pada unsur meyakini ini adalah berpikir positif tentang permohonan yang dipanjatkan akan segera terkabul MemantaskanDiri dan Menjemput Jodoh. Memantaskan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT terbuka lebar bagi siapa saja yang menghendakinya. Proses memantaskan diri tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tentu terdapat hal-hal yang harus diperjuangkan dan butuh waktu dalam mengambil keputusan. PerluMemantaskan Diri. By Muhamad Firmansyah Kamis, Januari 21, 2021. Memantaskan Diri itu sangatlah penting, selain bermanfaat untuk diri sendiri tetapi itupun akan berpengaruh terhadap pasangan kita nantinya sebab dalam benak setiap insan pasti terselip keinginan untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik yang mempunyai rasa kasih sayang Menyalahkandiri dalam islam diartikan sebagai muhasabah atau intropeksi diri. Tindakan ini sangat penting untuk dilakukan setiap manusia dengan tujuan untuk memperbaiki sikap kedepannya. Selain itu, orang-orang yang gemar ber muhasabah hati di malam hari juga bisa memperoleh banyak kebaikan. contoh sambutan ketua panitia 17 agustus singkat. ๏ปฟMemantaskan diri, adalah kalimat yang sering kita dengar terkait tentang jodoh, tapi kita perlu tahu apa yang terkandung dalam kalimat ini. Ketika kita pantas, maka kita berhak untuk menagih. Seperti buruh yang pantas mendapatkan uang setelah bekerja keras. Tapi bedanya kita dengan buruh, si majikan tidak pernah menciptakan dia. Majikan tidak pernah memberi dia mata, tidak memberi dia tangan. Berbeda dengan Allah, karena sebelum kita mendapatkan tugas dengan Allah, Allah sudah menciptakan kita, sudah memberi banyak kepada kita. Jika Allah tidak membalas kita karena perbuatan kita, itu pun sudah cukup bagi Allah, karena Allah sudah memberi banyak bagi kita. Kita tidak bisa apa-apa tanpa bantuan dan jasa baik dari Allah. Bantuan dan jasa baik dari Allah kita rasakan perdetik, bukan lagi per hari dan per menit, tapi per detik. Setiap detik kita merasakan kebaikan dari Allah, yang mana kebaikan itu kita rasakan detik per detik, dan kebaikan itu begitu vital bagi kita. Begitu vital, karena kebaikan itu berupa hajat hidup kita. Maka kita tidak pantas untuk menagih kepada Allah, karena Allah begitu baik pada kita. Allah telah memberi anugerah yang lebih besar dibandingkan ibadah kita. Ibadah kita adalah lebih kecil, jauh dari apa yang kita terima dari nikmat Allah. Juga kita tidak tahu apakah ibadah diterima atau ditolak? Apakah ibadah kita ini setimpal dengan nikmat Allah yang begitu banyak? Nikmat mata bisa dibayar dengan bersujud selama lima ratus tahun, demikian kata ulama. Ini baru nikmat mata. Padahal nikmat mata tidak bisa berdiri sendiri tanpa nikmat lain. Semua organ tubuh manusia adalah berkaitan, bahkan bisa dibilang berkaitan secara langsung. Tidak ada organ tubuh yang bisa berdiri sendiri. Maka nikmat Allah jauh lebih besar daripada ibadah dan syukur yang kita lakukan kepada Allah. Amal ibadah kita terlalu kecil jika dibandingkan dengan nikmat Allah. Maka ketika Allah tidak memberi balasan pada kita atas amal kita pun sudah cukup untuk alasan Allah. Karena nikmat Allah sudah begitu banyak dan besar kita rasakan. Tetapi Allah begitu Maha Baik, meski sudah memberikan banyak, dan balasan serta syukur manusia begitu sedikit, tapi Allah tetap berjanji memberikan balasan. Jadi kita menerima balasan bukan karena kita berhak, tapi karena Allah telah berjanji. Konsep balasan Allah tidak sama dengan konsep balasan buruh. Di mana konsep balasan buruh adalah sesuai dengan hasil kerja. Dan buruh berhak atas upah kerja karena telah bekerja. Tapi kita mendapatkan pahala karena kemurahan Allah yang sudah bermurah untuk memberikan balasan bagi yang beramal. Ketika kita diberi pemberian oleh Allah, maka kita harus berterima kasih. Artinya ketika kita mendapatkan balasan dari Allah, maka balasan itu bukan karena amal kita. Tapi karena kebaikan Allah yang memberikan balasan. Bukan karena kita berhak dan Allah wajib memberikan. Tidak ada yang bisa mewajibkan sesuatu pada Allah. Tetapi Allah yang bermurah untuk membalas amal kita. Kita sering mendengar istilah memantaskan diri, terutama dalam konteks perjodohan. Tapi sudahkan kita tahu apa yang ada di balik kata memantaskan diri? Memantaskan diri berarti kita membuat diri kita pantas mendapat jodoh. Ketika kita memiliki target jodoh tertentu, yang mana jika kita memiliki kriteria jodoh yang kita inginkan, maka kita harus memantaskan diri agar sesuai dengan kriteria kita. Padahal jodoh tidak selamanya memiliki rumus itu, tidak selamanya sesuai dengan rumus yang kita terapkan dalam kehidupan manusia. Banyak yang memiliki keyakinan ketika kita ingin memiliki jodoh dengan spesifikasi tertentu, maka kita harus memantaskan diri untuk spesifikasi yang kita inginkan dari jodoh itu. Ada yang menginginkan jodoh dengan kriteria tinggi, maka dia harus menaikkan spesifikasinya, agar nanti ketika sudah pantas, dia akan mendapatkan jodoh yang dia inginkan dengan spesifikasi yang cocok. Padahal jodoh tidak selamanya seperti itu. Tidak berdasarkan kepantasan dan kepatutan tertentu. Jodoh adalah pilihan Allah. Akhirnya ketika dia tidak menemukan jodoh dengan spesifikasinya, maka dia tidak mau menikah. Ketika tidak ketemu jodoh yang sesuai spesifikasi, maka dia bisa jadi menggerutu dan menyalahkan Allah, karena merasa dirinya sudah sesuai spesifikasi, maka harus mendapatkan apa yang sudah menjadi haknya. Dia menganggap ketika sudah memenuhi spesifikasi, maka Allah wajib memberikan apa yang menjadi impiannya. Dia menggugat Allah. Di samping itu juga, sangat kental nuansa Law of Attraction di balik kata memantaskan diri. Apa itu Law of Attraction? Itu adalah istilah modern untuk hukum karma dalam keyakinan hindu. Kita mendapatkan apa yang pantas kita dapatkan. Ketika kita ingin mendapatkan, maka kita harus memantaskan diri agar bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Memantaskan diri, dalam pandangan LoA, adalah dengan memancarkan frekuensi yang cocok ke alam semesta lewat pikiran. Ketika kita sudah memantaskan diri, maka kita akan menarik Allah untuk memberikan yang kita inginkan. Dan seolah-olah Allah akan bergerak sesuai dengan kepantasan kita, bukan sesuai dengan kehendakNya. Artinya dari kita yang bergerak, kemudian Allah yang memberi kita sesuai yang kita kehendaki. Seolah olah Allah menunggu kita untuk bergerak sebelum berkehendak. Seolah Allah tidak memiliki kehendak merdeka, melainkan harus menunggu frekuensi yang tepat dari hambaNya untuk bergerak. Kita harus menyesuaikan diri dengan jodoh kita, nanti baru Allah memberi jodoh yang sesuai. Dan dalam prakteknya, banyak sekali rumah tangga yang tidak berdiri di atas kecocokan seperti itu. Banyak orang yang nampak jodohnya tidak cocok dan tidak sesuai, ya ini karena memang yang berlaku bukan seperti yang teori memantaskan diri, yang meyakini bahwa jodoh adalah dari diri kita sendiri. Bukan seperti teori jodoh adalah dari usaha kita sendiri, bukan dari pemberian Allah. Dan bisa jadi menurut kita cocok, tapi menurut Allah tidak. Kita lebih percaya dan lebih menerima pilihan Allah daripada pilihan kita sendiri. Karena Allah Maha Tahu, sedangkan kita tidak. Banyak sekali yang jika kita lihat tidak cocok, tetapi nyatanya tetap berumah tangga hingga sekarang. Dan banyak sekali orang yang tidak pernah saling kenal sebelumnya, baru mengenal saat sesi perkenalan, tapi berumah tangga dengan indah. Bahkan ada yang sama sekali tidak pernah melihat istrinya sama sekali, baru melihat setelah melakukan akad nikah. Tapi rumah tangga mereka bahagia. Allah tidak menetapkan teori memantaskan diri seperti ini. Yang harus kita lakukan adalah kita beramal shaleh sebanyak mungkin, dan ini adalah tugas kita selama di dunia, apakah kita mau berjodoh atau tidak, tetaplah itu menjadi tugas kita kepada Allah. Kita kita harus mengejar rahmat Allah. Persoalan jodoh itu menjadi urusan Allah. Sebagaimana ada yang tidak diberi harta banyak di dunia ini, ada mereka yang tidak diberi jodoh. Tapi di sorga nanti, semua akan meraih jodoh. Di mana masalah teori memantaskan diri? Masalahnya adalah kita merasa bahwa jodoh adalah dari diri kita sendiri yang kemudian mengontrol Allah. Ketika kita tidak pantas, maka Allah tidak akan memberi. Konsekuensi teori ini adalah tidak ada Allah di dunia ini. Atau jika dipaksakan menganggap adanya Allah, maka Allah tidak memiliki kehendak sendiri, dan Allah dikontrol oleh kehendak hambaNya. Karena LoA pada dasar teori aslinya adalah teori yang meniadakan Allah, yang ada dalam kamus mereka adalah alam semesta, dengan kata semesta, mereka meniadakan Allah. Ketika kita ingin sesuatu, maka tinggal memikirkan, memancarkan gelombang ke semesta, maka semesta akan memproses permintaan kita, kita akan mendapat apa yang kita pikirkan. Semesta akan hanya memproses apa yang diminta dan dipikirkan oleh pikiran kita. Demikian keyakinan Law of Attraction yang menyimpang. Kita akan dapat apa yang kita pikirkan. Nah ini ada benang kesamaan dengan teori memantaskan diri, karena orang akan dapat apa yang sesuai dia usahakan. Ketika dia pantas mendapatkan jodoh dengan kriteria tertentu, maka dia akan mendapat apa yang pantas dia dapatkan. Kita diajak untuk memantaskan diri, agar kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Jadikan dirimu pantas mendapat apa yang diinginkan, maka kamu akan dapat apa yang kau inginkan. Inilah persamaan antara teori memantaskan diri dan LoA. Bagaimana jika kata alam semesta diganti dengan kata Allah? Ini tidak akan mengubah apa-apa, karena substansi inti dari LoA tidak akan bisa berubah hanya karena perubahan kata Allah. Alam semesta adalah ciptaan Allah, dan baru bereaksi ketika ada gelombang masuk dari pikiran manusia. Ketika tidak ada gelombang dari pikiran manusia, maka alam tidak bereaksi. Sama dengan teori memantaskan diri, kita akan dapat apa yang pantas kita dapatkan. Ketika kita memantaskan diri sampai pantas sesuai dengan apa yang kita dapatkan, barulah kita dapat apa yang pantas kita dapatkan. Maka bisa dibilang, teori memantaskan diri adalah hanya terjemahan dari LoA. Hanya ketika disampaikan di kalangan muslim, maka ditambahkan dengan diksi-diksi yang sesuai ajaran Islam, seperti ditambahkan kata dengan ibadah pada Allah? Pertanyaannya, apakah ibadah kita ini cukup untuk membayar Allah? Apakah hubungan hamba dengan Allah adalah hubungan antara buruh dan majikan? Bukan. Hamba ini terlalu lemah. Allah yang Maha Penyayang, berkenan memberikan rahmatNya pada kita. Juga dalam teori memantaskan diri adalah lebih parah ketika diterapkan dalam konteks Islam. Karena memantaskan diri mengandung adanya hak dan kewajiban. Seolah adalah dengan ibadah kita maka kita merasa pantas untuk mendapatkan. Seolah Allah wajib memberikan pada kita. Kita memantaskan diri untuk mendapatkan jodoh, memantaskan diri dengan ibadah, pertanyaannya, apakah ibadah itu membuat kita pantas? Nah akhirnya merasa pantas diri, dan merasa diri ini layak, maka diri ini suah terjangkit kesombongan. Ketika kita mendapat sesuatu, kita bukan layak, tapi Allah yang memberi pahala dan balasan bagi kita. Allah yang mencurahkan rahmatnya. Karena amalan kita tidak akan bisa membuat pantas. Mari kita telaah hadits Nabi berikut ini ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู†ู’ ูŠูู†ู’ุฌูู‰ูŽ ุฃูŽุญูŽุฏู‹ุง ู…ูู†ู’ูƒูู…ู’ ุนูŽู…ูŽู„ูู‡ู ยป. ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุฌูู„ูŒ ูˆูŽู„ุงูŽ ุฅููŠู‘ูŽุงูƒูŽ ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ูˆูŽู„ุงูŽ ุฅููŠู‘ูŽุงู‰ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุชูŽุบูŽู…ู‘ูŽุฏูŽู†ูู‰ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ู‡ู ุจูุฑูŽุญู’ู…ูŽุฉู ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู’ ุณูŽุฏู‘ูุฏููˆุง ยป. Dari Abu Hurairah berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Amal seseorang tidak akan menyelamatkannya. Seorang sahabat bertanya Engkau juga begitu wahai Rasulullah? Beliau menjawab bukan juga diriku, kecuali Allah mencurahkan rahmatNya kepadaku, tetapi berusahalah sekuat tenaga. HR Muslim Ketika amal sudah tidak bisa membuat kita layak masuk sorga, apalagi sekedar mendapatkan jodoh. Sedangkan sorga lebih tinggi nilainya dari sekedar jodoh. Apalagi ketika orang beramal untuk memantaskan diri, maka ada pergeseran niat yang luar biasa, niat bergeser dari mencari ridho Allah, dan mendapatkan sorga, menjadi beramal untuk memantaskan diri. Dan akan terjerumus pada paham merasa diri ini hebat. Mereka yang beramal dan beribadah hanya untuk mendapatkan jodoh amatlah rugi. Oleh Ustadz Syarif Baraja Source

memantaskan diri dalam islam